Minggu, 08 Januari 2012

Motor Gerobak Tua

Saya benci Ayah.
Sangat membencinya.
Entah kenapa.
Sepertinya tak satu pun yang saya suka dari Ayah.
Setiap berangkat dari rumah Ayah berpakaian kumal.
Biasanya kaos putih.
Itu pun tak bisa dibilang putih.
Hampir coklat malah.

Satu lagi. Bila melewati sekolah, Ayah sering kali membunyikan klakson dari motor beroda tiga yang sudah tua.
Tak usah diklakson lah, Ayah.
Dari knalpot pun satu sekolah sudah tau kalau yang lewat itu Ayah.
Suara knalpot itu melebihi kecepatan motornya.
Motor belum terlihat, suaranya sudah duluan datang.
Pernah suatu ketika.
Waktu itu saya sudah tingkat akhir sekolah menengah atas.
Saat Bu Guru menerangkan pelajaran.
Mulai terdengar suara knalpot.
Dan tiba-tiba “T IIIIIIIIIIIIIT T T T……!!!!!!!”
Langsung riuh seisi kelas.
Bahkan perempuan yang selama ini saya gebet pun ikut tertawa.
Hanya satu orang yang tidak tertawa. Ibu Guru.
Dia hanya tersenyum.
Rasa malu tak bisa saya sembunyikan.
Saya melungkup di meja.
Tebal rasanya muka ini.
Serasa ditampar.
“Apa yang kalian tertawakan?” kata Bu Guru
“Dia murid paling beruntung di kelas ini.
Dia punya Ayah yang selalu menyapa anaknya”
Beruntung? Apanya yang beruntung!
Itu yang membuat saya dijauhi teman. Terutama perempuan.
Saya semakin membenci Ayah.
Lonceng tanda pulang sekolah berbunyi.
Suara dari velg bekas yang dipukul.
Saya tidak beranjak dari kelas.
Biarlah mereka pulang.
Saya tidak ingin melihat mereka – dan juga Ayah.
Menjelang sore.
Ayah baru saja datang.
Saya ceritakan peristiwa tadi siang pada Ayah.

Beberapa bulan kemudian.


[image: Bidgee]
Di dalam kelas saya mendengar gemuruh guntur bersahutan.
Siang ini hujan sangat lebat.
Jam pelajaran sudah lama berakhir.
Beberapa teman sudah pulang.
Ada yang dijemput mobil. Ada yang bersepeda motor.
Saya ingin menunggu hingga sekolah sepi.
Tapi hujan semakin deras dan angin semakin kencang.
Tak ada pilihan lain.
Saya harus pulang.
Saya terpaksa harus mengayuh sepeda di bawah deras hujan sejauh lima kilometer.
Belum sempat habis pikiran saya.
Tiba-tiba monster lama itu muncul dari balik gerbang sekolah.
Ayah saya dan motor gerobaknya!!!
Tapi dengan bentuk yang sangat aneh.
Monster itu masuk ke halaman sekolah dan langsung menuju tempat parkir sepeda.
Ayah dengan sigap mengikat sepeda saya di samping bak motor roda tiganya.
Walau pun memakai penutup plastik yang entah bekas apa, dia tetap basah kuyup.
Motor roda tiga itu semakin mendekat.
Saya masih di koridor sekolah.
Dan pura-pura tidak melihat Ayah.
Saya malu.
Saya malu dengan teman yang dijemput mobil.
Dengan teman yang pulang dengan sepeda motor.
Saya iri dengan teman yang rumahnya dekat dengan sekolah.
Sambil tertawa-tawa Ayah berkata “Bagaimana. Bagus ga atapnya”.
Saya terperanjat!
Sisi bak itu terikat beberapa plastik bekas.
Dan atap itu terbuat dari jas hujan Ayah!
“Ayo, cepat masuk. Ambil kresek ini.
Tutupi kepalamu. Ayah tidak mau kau sakit saat Ujian Akhir.”
Belum sempat meninggalkan gerbang sekolah.
Air mata saya mulai menetes.
Saya tak bisa berkata apa pun.
Saya tau, ayah menahan dingin di luar.
Mungkin Ayah belum makan siang, karena membuat atap.
Saya menyesal, Ayah. Menyesal karena membenci Ayah dan motor butut ini.
Saya mulai teringat ucapan Ibu Guru beberapa bulan yang lalu.
Benar, Bu. Saya sangat beruntung. Dan bahkan melebihi itu.
Saya tidak sanggup memandang Ayah sepanjang perjalanan.
Meskipun itu punggung Ayah.
Ayah, tahun ini saya harus lulus Ujian Akhir.
Saya harus lulus ujian masuk Universitas Negara.
Ayah pantas mendapatkannya.
Bukan untuk saya.
Untuk Ayah.
Bunyikan saja klakson itu pada saat Ujian Akhir, Ayah.
Saya mohon.

Hari ini, 8 Januari 2026
Saya teringat kembali peristiwa itu.
Ternyata Ayah sangat sayang dengan anak-anaknya.
Ingin rasanya berkata pada Ayah.
Ayah, saya telah diterima di Universitas Negara.
Ayah tidak menyaksikan.
Ayah, saya lulus dari Universitas Negara dengan nilai terbaik kedua.
Ayah tidak menyaksikan.
Ayah, saya telah menikah dengan jodoh terbaik yang diberikan Tuhan.
Tapi Ayah juga tidak menyaksikan.
Ayah, sekarang Ayah sudah jadi Kakek.
Ada beberapa orang cucu berkumpul menemani Ibu.
Kabar baik Ayah, cucunya akan bertambah lagi.
Sekarang Ibu dipanggil “Nenek”.
Mungkin Ayah tidak pernah mendengar dipanggil dengan sebutan “Kakek”.
Air mata mulai menetes ketika memandangi nisan Ayah.
Kami bangga padamu, Ayah.
Semoga Tuhan menerima doa-doa dari kami.
Untuk Ayah.

15 komentar:

  1. Balasan
    1. di sisi lain bisa dikatakan sedih, namun ada sisi lain disikapi dengan rasa bersyukur. :)

      Hapus
  2. bangga bgt ya bs punya ayah sperti itu..
    mataku sampe berkaca2 membacanya..

    Selamat ya Linus Tua, hari ini menjadi Blog of Today diblogku, alias dipajang di halaman dpn selama 24 jam saja..

    BTW, pa kabar Sobatku Linus?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Blog of Today di Blog Penghuni 60? hehehe, terimakasih yaa :)
      selalu ada kabar baik, Saudaraku :)

      Hapus
  3. hiks hiks, aku ingin nangiiis, kangeeeen sm ayaah!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga ayah juga merasakan hal seperti kamu :)
      meski hanya sesekali, terkadang saat tertawa bersama ayah akan menjadi hal yang tak terlupakan.
      terimakasih sudah mampir di blog Linus.
      :)

      Hapus
    2. terimakasih sudah follow, yaaa... :)

      Hapus
  4. dasar!!!
    gampang banget terharu, jadi T.T
    ayah ....

    BalasHapus
    Balasan
    1. gpp, hal itu manusiawi,Sist Jiah Al Jafara.
      semoga ayah selalu mendoakan yang terbaik untuk putrinya, seorang ayah lebih senang berdoa di dalam hati "as a silent prayer". :)
      semoga ayah sehat selalu.
      terimakasih sudah berkunjung di blog Linus. :)
      oya, terimakasih sudah Follow. :)

      Hapus
  5. beruntungnya jika punya ayah no.1 di dunia...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga demikian Sist eNHa. :)
      Akan tetati, seorang Bunda tetaplah yang menjadi Pratama.
      Terimakasih kunjungan baliknya, Sist eNHa.

      Hapus
  6. Pertama, kedua, ketiga...
    :)

    request donk bro, postingan test2 psikologi lagi, hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. keempat - kelima - berarti ada lima sila dalam Pancasila
      XD

      Linus usahakan, Sist eNHa.
      pernah mau posting ancient psychology, tp ga jadi. larinya banyak ke klenik, rada ada hambatan mengalihkan ke logika.
      hambatannya karena otak kiri ga mau kompromi dengan otak kanan. ato karena Linus ini otaknya kanan semua, ya? f=.=

      Hapus
  7. pagi mbah linus,,, (maap saya panggil mbah karena anda memang bener" uda tua,hahaha)
    bagus banget artikelnya di atas, mengingatkan memoriQ jaman aq masih SMA dan masih ttp di antar jemput ma bokap naik sepeda motor.
    Gila ga tuh, gue cowok ganteng dan terkenal di sekolah gue pulang pergi di jemput ma bokap, wktu itu sempat ada rasa malu sih...
    tp sekarang setelah gede n lebih tepatnya setelah baca tulisan di atas ane baru nyadar betapa sayang nya bokap ane ama anaknya yg memang uda terlanjur ganteng ini,hehehehe,,,
    Oh,iya mbah...
    btw boleh mita buat tukeran link ga?
    kl boleh tolong sempatkan waktu buat comment di blogQ biarpun cm sekali ya...(kl bnr cm 1x comment nya brarti bnr" pelit bgt nie orangnya,hahahaha)
    thanks and salam sahabat :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha... memang udah tua - udah 450 taun.

      kalau sudah terlanjur ganteng ya... terusin aja - gapapa
      [hahaha]

      tukeran link boleh, tapi....
      Mbah Linus binun - blog KK itu yang mana?
      profil Blogger kamu dipindahin ke google+, ya...

      Hapus

Penerbitan komentar pada blog ini tidak melalui moderasi.
Apabila berkomentar dalam keadaan "login", maka avatar Anda akan disertakan. Kamsudnya-dikasih pas foto :D